Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TERKUAK Dekoder CCTV Diganti Usai Brigadir J Tewas di Rumah Kadiv Propam, Jenderal Polisi Buka Fakta

 Terkuak Dekoder CCTV Diganti Usai Brigadir J Tewas di Rumah Kadiv Propam, Jenderal Polisi Buka Fakta

kolase Tribunnews
Misteri baku tembak Brigadir J dan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam, terkuak dekoder CCTV sempat diganti 


TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Fakta baru soal kasus kematian Brigadir J yang tewas akibat baku tembak di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo akhirnya terkuak.

Mantan jenderal yang menjabat sebagai Ketua RT setempat mengatakan, kalau aparat kepolisian sempat menggati alat dekoder CCTV yang ada di pos keamanan komplek.

Hal itu pun membuat dirinya selaku Ketua RT curiga, lantaran tak bisa mengetahui secara pasti dan rinci detik-detik penembakan yang terjadi di rumah dinas tersebut.

Sebab, ia tak bisa memutar ulang kejadian beberapa jam setelah kejadian penembakan di rumah Irjen Ferdy Sambo tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Brigadir J meninggal dunia setelah diduga melakukan pelecehan di dalam kamar dengan menodongkan senjata ke kepala istri Kadiv Propam, Jumat (8/7/2022).


Kemudian, istri Kadiv Propam pun berteriak sehingga membuat Brigadir J panik dan keluar dari kamar.

Anggota polisi, Bharada E yang sedang berada di bagian rumah lantai atas pun mencari tahu suara teriakan itu.

“Setelah dengar teriakan, itu Bharada E itu dari atas, masih di atas itu bertanya ‘Ada apa bang?’ Tapi langsung disambut dengan tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan.

Selanjutnya, terjadi baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E. Dari kejadian ini, Brigadir J meninggal dunia.

Lokasi baku tembak yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Kompleks Polri Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan, merupakan rumah singgah.
Lokasi baku tembak yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Kompleks Polri Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan, merupakan rumah singgah. (Warta Kota/Miftahul Munir)

Ada beberapa kejanggalan yang diungkap keluarga Brigadir J dari kasus tersebut.

Pihak keluarga juga menuntut rekaman CCTV di rumah Irjen Ferdy Sambo untuk mengungkap kasus ini secara terang benderang.

Namun, kepolisian menyebut kalau CCTV di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo itu sedang rusak.

Tak hanya itu, kini muncul fakta baru bahwa CCTV di komplek perumahan tersebut juga dekodernya sudah diganti sehari setelah baku tembak tersebut.


Dilansir dari Warta Kota, aparat kepolisian ternyata sempat mengganti alat dekoder CCTV yang ada di pos keamanan Komplek Polri Duren Tiga, Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan, dimana rumah kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo berada.

Penggantian dekoder CCTV itu dilakukan pada Sabtu (9/7/2022), sehari setelah peristiwa baku tembak yang menewaskan Brigadir J atau Brigadir Yosua terjadi di rumah Kadiv Propam Polri.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua RT 05 RW 01 yang juga seorang mantan jenderal, Mayjen Pol (Purn) Seno Sukarto saat diwawancara awak media di rumahnya.

dengar teriakan istri Kadiv Propam, Bharada E tembak Brigadir J yang hendak lecehkan istri Ferdy Sambo
Dekoder CCTV diganti polisi SETELAH baku tembak yang tewaskan Brigadir J (kolase Tribunnews)

"Maksudnya itu bukan CCTV di rumah Pak Sambo, CCTV alatnya yang di pos, ya dari mereka (yang ganti), saya tahunya hari Senin," katanya Rabu (13/7/2022).

Menurut sang mantan jenderal, akibat dekoder CCTV komplek diganti oleh aparat kepolisian, maka sebagai ketua RT ia tak bisa memutar ulang kejadian beberapa jam setelah kejadian penembakan di rumah Irjen Ferdy Sambo.

Ketua RT 05 RW 01 Mayjen Pol (Purn) Seno Sukarto dimana rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo berada. Ia mengungkapkan polisi mengganti dekoder CCTV komplek untuk hilangkan brang bukti
Ketua RT 05 RW 01 Mayjen Pol (Purn) Seno Sukarto dimana rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo berada. Ia mengungkapkan polisi mengganti dekoder CCTV komplek untuk hilangkan brang bukti (Warta Kota/ Miftahul Munir)

Sehingga, ia tak mengetahui jenazah korban diangkut menggunakan mobil ambulans atau mobil pribadi.

"Saya tanya sama Satpam, ya dia aja enggak tahu diganti yang baru, alatnya ininya itu, ya mungkin karena semua CCTV sini kan pusatnya di pos keamanan," terangnya.


Sebelumnya Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto merasa aneh dengan pernyataan Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan terkait kasus penembakan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat hingga tewas oleh Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Menurut Bambang, penyataan dari Brigjen Ramadhan itu tidak masuk akal karena merasa aneh seorang ajudan berani melecehkan istri bosnya.

Mengingat, Yosua sudah dua tahun melakukan pengawalan kepada istri jenderal bintang dua tersebut dan sekaligus menjadi sopirnya.

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri mengungkap hal janggal dalam kasus kematian Brigadir J yang ditembak Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo rusak
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri mengungkap hal janggal dalam kasus kematian Brigadir J yang ditembak Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo rusak (youtube channel TvOneNews)

"Kalau pun muncul tembak-tembakan itu juga tidak masuk akal, apakah tidak ada saksi lain di rumah dinas itu," kata Bambang.

Bambang pun menduga, tembakan dari Bharada E ke Brigadir Yosua sudah terukur dan dilakukan dari jarak dekat karena faktanya 5 peluru melukai bagian tubuh Brigadir Yosua.

"Itu yang menjadi aneh, begitu cermat dan tepatnya, seorang Tamtama menembak dengan lima peluru kena semuanya, apalagi dalam kondisi kepanikan," ujarnya.

Bambang juga merasa heran dengan ucapan Brigjen Ramadhan soal CCTV di rumah Ferdy Sambo yang mengalami kerusakan.


Kriminolog Sebut Istri Kadiv Propam dan Bharada E Harus Muncul

Kriminolog Ferdricka Nggeboe menilai, kasus pembunuhan Brigadir J masih gelap.

Dari keilmuan kriminologi fakta kasus Brigadir J yang muncul ke permukaan baru 5 persen.

Tokoh peristiwa yakni isteri Kadiv Propam dan Bharada E harus muncul ke publik untuk memberi keterangan.

"Keterangan polisi yang ada, tidak membuat kasus terang dan transparan, melainkan menimbulkan banyak pertanyaan," kata Ketua  Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Jambi, Ferdricka melalui sambungan telepon, Rabu (13/7/2022).

Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat semasa hidup. sang ayah ungkap firasat sebelum korban tewas di rumah jenderal
Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat semasa hidup. sang ayah ungkap firasat sebelum korban tewas di rumah jenderal (TRIBUNJAMBI/IST)

Ia mengatakan, bila melihat dari ilmu krimonologi dengan teori sebab akibat, keberadaan Brigadir J dalam kamar pribadi di rumah dinas adalah akibat.

Maka, rangkaian peristiwa sebelum dia muncul di kamar itu perlu diungkap oleh saksi kunci, yakni Bharada E dan isteri Kadiv Propam, sebagai sebab.

Fakta lain yang perlu diungkap adalah apakah Brigadir J meninggal di tempat, saat terjadi baku tembak.

Kemudian jarak waktu antara peristiwa baku tembak yakni sekitar pukul 17.00 WIB, Jumat (8/7/2022) dengan pengungkapan kematian Brigadir J ke publik, Sabtu (9/7/2022).

Dalam ranah rekayasa hukum, 1 jam bisa membuat rekayasa sesuai keinginan aktor intelektual.

Termasuk pelaku, tempat kejadian perkara dan saksi bahkan fakta peristiwa bisa berubah sampai 360 derajat.

"Dalam kasus Brigadir J, rentang waktunya cukup jauh ya. Lebih dari 12 jam. Artinya segala kemungkinan bisa terjadi," kata Ferdricka.

Kemudian TKP yang tidak dipasang garis polisi dan seseorang bisa dengan mudah memasuki TKP dan ini berpotensi menghilangkan barang bukti.

Untuk mencari kebenaran dan membuat kasus semakin terang, dirinya mendukung kebijakan Kapolri yang membentuk tim pencari fakta (TPF).

"Syaratnya TPF harus ada perwakilan dari keluarga korban, lembaga independen, Kompolnas dan tentunya pihak kepolisian," beber dia.

Dirinya menilai, apabila dipersentase secara kriminologi, fakta yang muncul ke publik saat ini, baru 5 persen.

Dengan demikian, Brigadir J jangan distigma sebagai pelaku pelecahan seksual, melainkan dia korban dari kegiatan pembunuhan.

Apabila ingin menyebut Brigadir J sebagai pelaku pelecehan seksual, maka harus disertai bukti permulaan yang kuat.

"Peluang perubahan dari pelaku ke korban murni terbuka lebar, akurasinya bisa 100 persen dapat berubah dari yang ada di publik saat ini," kata dosen Universitas Batanghari ini.

Dengan demikian penting memunculkan kesaksian isteri Kadiv Propam dan Bharada E ke publik, untuk selanjutnya diuji dengan pembuktian.

Setelah semua dibuka secara transparan dan independen, maka dirinya optimistis aktor intelektual dari peristiwa terbunuhnya Brigadir J, dapat terungkap.(*)