Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dulu Ferdy Sambo Penjarakan Kuli Bangunan di Kasus Kebakaran Kejagung, Kini Sang Jenderal Tersangka Pemb.unu.han

 

Dulu Ferdy Sambo Penjarakan Kuli Bangunan di Kasus Kebakaran Kejagung, Kini Sang Jenderal Tersangka Pembunuhan


Masih ingat dulu Ferdy Sambo penjarakan kuli bangunan?

Ferdy Sambo menangani sejumlah kasus besar pada tahun 2020.

Salah satunya adalah kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) yang terjadi pada 22 Agustus 2020.

Pada saat itu, Ferdy Sambo tercatat menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Polri.

Dala kasus kebakaran Kejagung, kuli bangunan jadi tersangka atas kasus tersebut.

Bak karma, kini sang jenderal bintang dua menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J yang tak lain adalah ajudannya sendiri.

Sosok mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sampai saat ini masih menjadi sorotan publik usai ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J.

Bahkan, masa lalu pria yang diduga sebagai dalang dari tewasnya ajudan Putri Candrawathi itu pun saat ini kembali diungkit.

Salah satu di antaranya adalah kasus-kasus besar yang pernah ditangani oleh Ferdy Sambo sebelum kasus kematian Brigadir J mencuat.

Lalu, apa saja kasus-kasus tersebut?

Dikutip dari Pikiran Rakyat, Ferdy Sambo mengawali keriernya sebagai reserse, juga pernah menjadi kepala Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Baresrkim, serta Kepala Satgas khusus (Satgassus) Polri.

Tahun 2016

Ferdy Sambo diketahui pernah menangani sejumlah kasus besar yang menyedot perhatian masyarakat pada tahun 2016.

Sebut saja kasus Bom Sarinah, kopi sianida, hingga terpidana maling uang rakyat hak tagih (cassie) Bank Bali Djoko Tjandra.

Kebakaran Kejagung

Tidak hanya pada tahun 2016, Ferdy Sambo kembali 'unjuk gigi' dengan menangani sejumlah kasus besar pada tahun 2020.

Salah satunya adalah kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) yang terjadi pada 22 Agustus 2020.

Pada saat itu, Ferdy Sambo tercatat menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Polri.

Dia pun sempat memimpin pengungkapan kasus kebakaran Gedung Kejagung tersebut dan menetapkan 8 pekerja bangunan sebagai tersangka.

Penanganan kasus ini pun kembali menjadi sorotan, karena kebakaran terjadi bersamaan dengan mencuatnya kasus penanganan buron Djoko Tjandra.

Apalagi, kasus ini juga melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung.

Dari gelar perkara yang diungkap Polri dan Kejagung dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat, 23 Oktober 2020 ini, sebanyak 8 kuli bangunan pun ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah T, H, S, K sebagai kuli bangunan, IS sebagai pemasang wallpaper, UAM sebagai mandor, R sebagai vendor, dan terakhir NH sebagai pejabat pembuat komitmen Kejagung.

Tewasnya 6 Laskar FPI

Selanjutnya, publik tentunya masih ingat dengan tragedi KM 50 yang menewaskan 6 anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta Cikampek pada 7 Desember 2020 lalu.

Kasus ini berawal dari absennya Habib Rizieq Shihab dalam pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus pelonggaran protokol kesehatan untuk kedua kalinya.

Pada saat itu, Polda Metro Jaya mengklaim menerima informasi dari masyarakat dan media sosial bahwa simpatisan Habib Rizieq Shihab akan menggeruduk Markas mereka dan melakukan aksi anarkistis.

Polda Metro Jaya pun memerintahkan sejumlah anggotanya menyelidiki rencana penggerudukan tersebut.

Hingga akhirnya terjadi peristiwa penembakan di KM 50 tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020 yang melibatkan tingga anggota polisi, yakni Briptu Fikri, Ipda Yusmin, dan Ipda Elwira, serta 6 anggota FPI.

Baku tembak tersebut awalnya menyebabkan dua laskar FPI, Ahmad Sukur dan Andi Oktiawan tertembak hingga meninggal dunia.

Polisi kemudian melakukan pengejaran terhadap empat anggota laskar FPI lainnya, dan mereka juga berhasil dilumpuhkan.

Keempat anggota laskar FPI tersebut adalah Muhammad Reza, Akhmad Sofiyan, Luthfi Hakim, dan Muhammad Suci Khadavi.

Mereka dimasukkan ke mobil Daihatsu Xenia dengan nomor polisi B 1519 UTI untuk dibawa ke Polda Metro Jaya.

Akan tetapi, Polisi tidak melakukan penangkapan sesuai SOP, yakni tidak memborgol tangan keempat laskar FPI tersebut.

Akibatnya, Polisi mengklaim keempat laskar FPI melakukan perlawanan dan berusaha merebut senjata api milik mereka.

Perlawanan yang terjadi di dalam mobil itu pun berujung pada tertembaknya keempat laskar FPI tersebut.

Setelah menjabat sebagai Dirtipidum Bareskrim Polri, Jabatan Ferdy Sambo pun lantas meleljit.

Pada tahun 2020 juga, dia diangkat menjadi Kadiv Propam Polri pada era Kapolri Jenderal Idham Azis yang sama-sama dari Sulawesi.

Sayangnya, kini roda nasib sepertinya bergulir, karena Ferdy Sambo yang selama ini menangkap tersangka justru dijadikan tersangka.

Nasib apes itu dialaminya karena menjadi otak pembunuhan Brigadir J di rumahnya yang terletak di Duren Tiga.

Sebagai otak pembunuhan, Ferdy Sambo pun tidak sendiri menjadi tersangka, karena Polri juga menetapkan Bharada Richard Eliezer (RE), Brigadir Ricky Rizal (RR), Kuat Ma'ruf, dan istrinya sendiri Putri Candrawathi sebagai tersangka.

Eks Kadiv Propam Polri itu ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka setelah memerintahkan Bharada E membunuh Brigadir J.

Karier cemerlang Ferdy Sambo pun kini harus berakhir gegara diduga menjadi mastermind pembunuhan salah satu anak buahnya tersebut.

Jabatan terakhirnya sebagai Kadiv Propam Polri pun kini harus ditinggalkannya setelah Polri memutasi Irjen Ferdy Sambo sebagai pati Yanma Polri.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sendiri yang mencopot jabatan Irjen Ferdy Sambo, dan mutasi jabatan Kadiv Propam tertuang dalam TR 1628/VIII/KEP/2022/4 Agustus 2022.

Ferdy Sambo Tersangka

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengumumkan penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J. Polisi masih mendalami motif terjadinya penembakan tersebut dengan memeriksa saksi-saksi termasuk istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC).

“Motif atau pemicu terjadinya peristiwa penembakan tersebut saat ini tentunya sedang dilakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap saksi-saksi, termasuk terhadap Ibu PC,” ujar Kapolri saat konferensi pers di Mabes Polri, Selasa 9 Agustus 2022, dikutip dari PMJNews.

Kpolri menambahkan bahwa saat ini belum bisa menyimpulkan motif Ferdy Sambo memerintahkan penembakan tersebut. Namun dia memastikan motif yang sedang didalami akan menjadi pemicu insiden penembakan terebut.

"Jadi saat ini belum bisa kita simpulkan, namun yang pasti ini menjadi pemicu utama terjadinya peristiwa pembunuhan. Untuk apa kesimpulannya, tim saat ini terus bekerja. Ada beberapa saksi yang saat ini sedang diperiksa. Tentunya nanti akan kita informasikan," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kematiannya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Total ada empat tersangka dalam kasus ini, termasuk Ferdy Sambo yang berperan memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J serta membuat skeario seolah olah terjadi baku tembak.

"(Adapun) Irjen Pol FS menyuruh melakukan dan menskenario peristiwa peristiwa seolah-olah terjadi peristiwa tembak-menembak," ungkap Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.

Singgung Kebakaran Kejagung, Bharada E Disebut Dalam Bahaya


Muncul dugaan baru, motif Ferdy Sambo membunuh Brigadir J.

Dugaan motif Ferdy Sambo bunuh Birgadir J disebut ada keterkaitan dengan kebakaran Kejagung.

Sebagaimana diketahui, kasus pembunuhan Brigadir J hingga kini masih bergulir.

Bahkan motif Ferdy Sambo membunuh Brigadir J pun masih misteri.

Lantas benarkah kini Bharada E dalam bahaya?

Namun, belakangan viral sebuah pesan yang diduga ditulis oleh Bharada E di media sosial. Dalam pesan tersebut, ia membeberkan bahwa salah satu alasan Brigadir J dibunuh adalah adanya mafia di balik kebakaran Kejaksaan Agung (Kejagung) beberapa waktu silam.

"Saya mau menyampaikan lagi kepada warga semua melalui media tiktok bahwa bos Irjen Ferdy Sambo juga membunuh Alm Brigadir J karena Alm Brigadir J juga sudah mendengar siapa dalam (mafia) dalam pembakaran gedung Kejaksaan Agung," tulis pesan dalam video yang diunggah akun Tiktok @richard_eliezer pada 11 Agustus 2022.

"Dengan mendengar hal ini, Irjen Ferdy Sambo sangat marah sekali dan takut jika Alm Brigadir J membocorkan hal ini ke awak media dan atasa Polri. Saya dan rekan-rekan saya disuruh Bos Irjen Ferdy Sambo untuk menyiksa Alm Brigadir J," sambungnya.

Kemudian, ketika akan ditembak oleh Ferdy SamboBrigadir J sempat menangis dan memohon agar tidak dibunuh.

Namun, Ferdy Sambo tidak dapat menahan emosinya dan langung mengeksekusi Brigadir J.

Dalam pesan yang sama, Bharada E juga mengaku diminta Ferdy Sambo untuk memindahkan ke Depok, Jawa Barat agar tidak bisa dimintai keterangannya oleh pers.

Meski ia mengiyakan perintah mantan Kadiv Propam Polri itu, tetapi Bharada E justru memindahkan keluarganya ke pedalaman karena khawatir akan keselematan mereka.

"Saya mengiyakan perintah beliau tetapi saya tidak melakukannya karena takut keluarga saya terancam oleh beliau sehingga saya memindahkan keluarga saya jauh ke pedalaman," ujarnya.

Bharada E juga meminta kepada tim penyidik agar segera meminta keterangan Putri Candrawathi terkait kekerasan yang dilakukan Ferdy Sambo.

Lebih lanjut, Bharada E mengungkapkan ketakutannya akan disiksa oleh orang suruhan Ferdy Sambo di dalam tahanan.

Menanggapi hal ini, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mempertanyakan keaslian pesan Bharada E itu.

"Ini menarik ya, the first question is (pertanyaan pertama adalah) apakah benar ini adalah tulisan dari Bharada E, itu satu. Dan tentu yang bisa mengatakan iya dan tidak ya Bharada E sendiri," kata Refly Harun.

"Karena kok bisa dimasukan di Tiktok ya, itu juga menarik," sambungnya.

Kemudian, kata Refly Harun, hal yang menarik lainnya adalah motif non domestik di balik pembunuhan Brigadir J.

Menurutnya, motif non domestik ini harus membuat publik lebih peka.

"Karena soal motif yang non domestik ini, lama-lama barangkali kita juga harus lebih peka, apa iya ada motif domestik tersebut, yaitu kekerasan seksual di Magelang," tuturnya.

"Karena kalau misalnya Putri mengalami pelecehan atau kekerasan seksual, baik oleh Brigadir J maupun Kuat Ma'ruf, maka teori relasi kuasa yang disampaikan oleh Reza Indragiri Amri itu bisa menjelaskan karena yang dominan itu Putri, seorang istri jenderal, Kadiv Propam lagi," kata Refly Harun menambahkan.

Karenanya, mantan Staf Ahli Mahkamah Konstitusi itu menilai dugaan pelecehan seksual dan pengancaman yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi sama sekali tidak masuk akal.

Menurutnya, apabila Brigadir J benar melecehkan dan pengancaman terhadap Putri Candrawathi, itu sama saja dengan bunuh diri.

"Gak akan berani dia melakukan hal itu, sama saja dia bunuh diri kalau dia melakukan itu," ucapnya.

Kemudian, Refly Harun pun menyinggung soal isu perselingkuhan. Ia menuturkan, perselingkuhan dalam kasus Brigadir J harus diinisiasikan oleh pihak yang lebih superior.

Pihak yang lebih superior lah yang memengaruhi skenario ini.

"Sehingga dalam konteks ini, rasanya aneh kalau Putri kemudian dikatakan sebagai korban," tuturnya, dikutip Seputar Tangsel dari kanal YouTube Refly Harun pada Minggu, 4 September 2022.

Mantan Komisaris PT Jasa Marga itu mengatakan, apabila tidak ditemukan hal yang masuk akal dalam motif domestik, maka motif non domestik bisa dibenarkan.

Misalnya terkait informasi akun Tiktok @richard_eliezer yang mengatakan Brigadir J mengetahui soal kebakaran Kejagung.

Atau, informasi lainnya yakni Brigadir J mengetahui bisnis-bisnis ilegal yang dijalankan Ferdy Sambo.

"Mungkin juga, karena itu jauh lebih substantif. Kalau kita lihat perilaku mafia misalnya, maka kalau informasi itu sampai keluar atau bocor, atau Brigadir J mau keluar dari orbit lingkaran itu misalnya ada satu spekulasi yang mengatakan karena dia sudah mendapatkan S1, dia mau keluar dari lingkaran Ferdy Sambo dan menjalani karier sebagai polisi yang sesungguhnya dengan pangkat yang barangkali bisa naik," kata Refly Harun, dikutip dari Seputar Tangsel.

"Nah kalau kita bicara soal perilaku mafia, anda tidak boleh keluar dari lingkaran. Apalagi keluar dari lingkaran dengan membawa rahasia," lanjutnya.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu menduga, motif non domestik di balik pembunuhan Brigadir Yosua ini tidak didalami oleh Timsus Polri.

Menurutnya, yang didalami hanyalah motif soal pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi di Magelang.

"Dan lucunya motif Magelang itu kemudian diamini oleh Komnas HAM sampai-sampai Susno Duadji mengatakan, apa ya, bahasanya agak kasar terhadap Komnas HAM karena menganggap it seems stupid (hal itu terlihat bodoh)," tuturnya.

"Karena bagaimana kita memberikan kesimpulan hanya dari keterangan saksi saja dan saksi yang dimintai keterangan itu adalah saksi yang punya kepentingan, bukan saksi masyarakat umum yang tidak punya kepentingan, yaitu orang-orang Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sendiri," imbuhnya.

Refly Harun menilai, Bharada E tengah dalam kondisi yang berbahaya.

"Makanya dalam konteks ini, Bharada E justru berada dalam bahaya karena dia berhadapan dengan empat orang yang keterangannya berlainan. Yang berlainan itu adalah Sambo sendiri, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Bripka RR (Bripka Ricky Rizal)," katanya.

Menurut Refly Harun, hal ini akan membuat proses pembuktian di pengadilan tidak mudah, termasuk yang menyaksikan rekonstruksi pembunuhan.

"Untungnya, pembunuhan itu diakui oleh Ferdy Sambo sendiri dan ini sudah hal yang luar biasa perkembangannya. Tapi soal-soal motif dan pemberatan, ini yang sepertinya tidak diungkap. Jadi motifnya seperti dilokalisir seperti selingkuhan," ucap Refly Harun.***